‘Sang Kamus Berjalan’ itu
Telah Purna Tugas…
“Janganlah anda mati
kehausan di tempat berair,
atau mati kelaparan di
tempat yang banyak makanannya”.
Itulah pesan Guru kita, Almarhum Ust. H. Ainul Heri
Abbas kepada santri Mambaus Sholihin yang posisinya sebagai santri yang belajar
di pondok pesantren yang mendalami bahasa. Jangan sampai santri Mambaus
Sholihin tidak bisa bahasa arab, harus malu jadi alumni Mambaus Sholihin tidak
bisa bahasa arab, karena itu adalah satu tingkatan untuk mencapai derajat Alim,
Sholeh, Kafi.
SATU HARI
sebelum para santri Mambaus Sholihin kembali ke pondok, tepatnya Rabu 29
Agustus 2012, H. Ainul Heri Abbas, pria kelahiran Desa Lumpur pesisir Gresik
pada tanggal 6 Mei 1962, berpulang ke
Rahmatullah. Pak Heri, begitulah sapaan akrabnya di bangku perkuliahan INKAFA,
beliau adalah dosen yang dikenal humoris dan juga kritis dalam menganalisa
permasalahan perkembangan bahasa, terutama bahasa arab. Bapak 4 anak ini sempat
koma empat hari setelah hari raya Idul Fitri dan dilarikan ke rumah sakit
terdekat. “Mas kecapekan karena sampai jam 12 malam beliau kumpul bareng
keluarga dan bercengkrama, maklum kan moment lebaran, padahal beliau dalam
kondisi sakit” terang adik beliau.
Beberapa
hari setelah beliau koma di rumah sakit, banyak dari dosen-dosen INKAFA dan
anak didik beliau dari fakultas dakwah menjenguk. Meski tidak diperbolehkan
masuk semuanya secara sekaligus akan tetapi mereka tetap sabar masuk kamar
beliau bergantian menjenguk dan mendo’akan beliau agar cepat sembuh.
Menurut
bapak Abdul Halim, beliau berbicara panjang lebar kepada penjenguk padahal baru
saja sadar dari koma. “ Padahal yang sakit beliau, akan tetapi beliau yang
paling banyak bicara daripada kami “ ujar Dekan fakultas Tarbiyah ini. Dalam catatan keluarga, Pak Heri selama sakit
jarang mengeluh, meskipun sakitnya parah, beliau seakan-akan tidak mau mengeluhkan
sakitnya pada orang disekitarnya, sampai istrinyapun jarang mendengar aduan sakit beliau dengan
serius, yang ada pada diri Pak Heri hanyalah membuat bahagia atau menghibur
orang yang ada disekitarnya dengan canda dan tawa dengan muatan ilmu. Bahkan
ketika beliau sakit parah di ruang inap
rumah sakit Petrokimia Gresik, dalam keadaan proses cuci darah dan
sedang merasakan sakit luar biasa itu, beliau sempat mengobrol dengan anak
didiknya dan masih sempat menanyakan proses penyelesaian pembuatan skripsi.
Rasa sakit yang ditimbulkan dari berbagai penyakitnya tak membuatnya pesimis,
seperti yang diungkapkan Mahbub Junaidi ketika menjeguknya di Rumah sakit, “Beliau adalah orang yg optimis, saat murid-muridnya
menjenguk, beliau berkisah seakan-akan sudah akan sembuh dan diperbolehkan
pulang oleh dokter, dengan optimis beliau bercerita banyak mengenai
kesehariannya berbaring di rumah sakit”. Ungkap pria yang menjabat sebagai
Staff inkafa kepada Mambast Pos.
Berselang
tidak lama setelah sadar dari komanya, beliau akhirnya dipanggil oleh Yang Maha
Esa pada pukul 13.00 di rumah sakit Semen Gresik dan disholatkan di masjid yang
tidak jauh dari rumah beliau di GKB. Pengasuh Pondok Pesantren.Mambaus Sholihin
(KH.Masbuhin Faqih ) sendiri yang memimpin sholat jenazah. “ Semoga amal
kebajikannya diterima disisi Allah dan dibalas oleh-Nya“ ucap KH. Zainul Arifin
memberi sambutan kepada pelayat yang ikut mensholati dan jenazah beliau dikebumikan
di kompleks pemakaman Telogo Pojok Gresik pada pukul 17.30 dengan diiringi oleh
para santri dan pelayat lainnya.
Pendidikan dan Perjuangan
Pria lulusan MI Poemusgri (Poetra Muslim
Gresik) yang tidak sampai tamat ini dalam
hidupnya diwarnai dengan Nasyrul ilmi
menyebar luaskan agama islam lewat dakwah, sesuai dengan posisinya sebagai
Dekan fakultas Dakwah Institut Keislaman Abdullah Faqih (INKAFA). Pria asli Gresik yang sehari-harinya tinggal di Jl. Banjarmasin GKB
ini, perjuangannya begitu besar bagi sekitarnya, termasuk bagi Pondok Mambaus
Sholihin. Perjuangan untuk terus menyebarkan Kalimatul Haq begitu jelas dengan berdirinya Radio Syiar Islami My
MBS FM, konon radio gelombang 107,7 ini berdirinya dengan modal beliau sendiri,
modal dari penyewaan lahan tambak, tapi pada akhirnya berhasil dan mendapatkan
dukungan dari pihak Mambaus Sholihin. Di luar itu juga, beliau adalah tonggak awal atas berdirinya masjid As Salam di
Gresik Kota Baru Jl. Pontianak.
Lulusan Mualimin Pondok Pesantren Tambak
Beras Jombang selama 6 tahun ini dalam kehidupan sehari-harinya selalu on time,
“Beliau selalu terkenang selalu tepat
waktu ketika menjadi pembimbing LABBAIK,
yang setiap jam tujuh pagi, beliau pasti
tepat waktu datang jam tujuh pagi”. Kenang Sofi, santri asal jawa tengah yang aktif mengikuti bimbingan baca kitab di
gedung INKAFA satu tahun silam.
Berbakti kepada Orang Tua Lewat Kamus
Perjalanan panjang seorang Heri Abbas dalam
mengajar bidang keilmuan yang beliau gandrungi, yang tak lain adalah bahasa
arab, beliau tercatat pernah mengajar bahasa arab di berbagai lembaga
diantaranya, di MA Mambaus Sholihin, STIT Raden Santri Gresik, LPBA Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya, dan di
INKAFA. Tak heran jika kamus berjalan asal Gresik ini dapat menguasai kosakata-
kosakata bahasa arab, karena notabenenya beliau sendiri pernah belajar di
negeri Firaun Mesir selama 4 tahun, dan juga belajar di Negara Sudan ditempuh
selama 3 tahun dengan mengambil Magister. Tak heran jika beliau bak ‘kamus
berjalan’, dan saking lamanya beliau
mengajar bahasa arab, beliau tidak ingin ilmu yang beliau punya dan terutama
kosakata bahasa arabnya hilang begitu saja tanpa beliau tulis dalam tulisan, karena
beliau sendiri berkata, “Bagi saya kekuatan akal (ingatan) tidaklah sekuat
tulisan”, sehingga dengan keinginan yang kuat lahirlah kamus karya pertama,
atau dengan bahasa beliau sendiri “kamus edisi perawan” dengan menggabungkan
antara nama bapak dan ibunya kamusnya terbit atas wujud dedikasi berbakti
kepada kedua orang tua, maka terbitlah
kamus versi Indonesia-Arab kontemporer dengan nama “ABBAS-ATHIYAH”. Namanya manusia pastinya ingin sempurna,
seperti yang beliau inginkan kalau kamus yang ia susun bisa berlajut dengan
datang edisi selanjutnya, maka setelah terbit kamus pertamanya pada tahun 2010
yang lalu, beliau dengan optimis menyusun kamus edisi kedua yang berjudul
“ATHIYAH-ABBAS” yang tak lain adalah kebalikan edisi pertama, versi
Arab-Indonesia, sehingga pada bulan Romadhon (Romadhon 2012 M/ 1433 H) beliau
dalam keadaan bisa beraktifitas setelah menjalani terapi, beliau masih sempat menulis
kamus edisi kedua. Kamus kedua yang sudah tersusun itu menurut rencana, jikalau
terbit dan mendapat keuntungan dengan penjualan yang laku di pasaran, maka sebagian
uang dari penjualan akan dimasukkan keperluan fakultas dakwah, tapi Tuhan
berkata lain, sebelum rampung kamus edisi keduanya, beliau dipanggil tuhan
semesta alam, Allah Subhanallahu wa
Ta’ala.
Kedekatan Guru dengan Murid
Dekan yang satu ini sulit ada gantinya,
dekan Fakultas Dakwah yang berpawakan besar dan tinggi ini bak seorang bapak
bagi mahasiswa-mahasiswi fakultas Dakwah. Perhatiannya kepada anak didiknya tak
cukup jika ditulis dalam satu lembar kertas putih, butuh berlembar-lembar, tak
ayal jika semua Mahasiswa-mahasiswi yang duduk di bangku kuliah jurusan KPI
Fakultas Dakwah memanggilnya “Abah Heri”, memang selayaknya beliau dipanggil
abah. Seperti yang diungkapkan Husen Kartoyudo, yang tak lain adalah salah satu
mahasiswa KPI 2007, dia menegaskan kalau beliau adalah ayah kandungnya sendiri,
“Beliau dipanggil abah, karena semua dianggap anak, semua yang dikerjakan mulai nulis buku, cetak kamus, beli computer,
hasil dari semua itu ada sebagian uangnya yang dimasukkan untuk kepetingan
fakultas Dakwah”. Ini salah satu yang diungkapkan oleh Husen Kartoyudo, setiap
muridnya mempunyai banyak cerita, bahkan bingung untuk menceritakanya, karena
saking banyaknya cerita tentang beliau. Seperti yang diungkapkan Fahri Husaini
ketika melayat di kediaman beliau, “Kalau tanya cerita menarik tentang pak
Heri, tak ada habisnya, semua menarik”. Ungkap mahasiswa semester akhir jurusan
KPI ini. “Beliau itu open nang arek-arek,
nek nduwe opo-opo eleng arek-arek, kadang yo dike’i kurmo”, imbuhnya.
Pribadi beliau selalu berkesan bagi
mahasiswi terbaik lulusan 2010 Sofiyatun Nuzulia, “Nduk… ayo tangi… tahajjud…”.
“Nduk… habis sholat subuh ayo olahraga, ojo lali minum susu”. “Sof… jangan
nyerah… terus lari, sumur dibawah itu selalu dikencingi”. Sms yang selalu
kurapikan dalam kotak memori. Kubongkar jika tangis ini pecah lagi. Wujud kasih
tiada tara seorang guru. Itu hanya sebagian kecil hikayah yang menyayat-nyayat
jantung. “Abah… adakah kasihmu itu tergantikan?”.
Juru Dakwah yang tak Kenal Lelah
Dakwah, itulah yang terkenang dari Ust. Heri
Abbas, apa yang dimiliki, baik tenaga, harta, pikiran semua diprioritaskan
untuk fakultas dakwah, pernah suatu hari Pak Heri ingin memperbaiki rumah, tapi
karena ada keperluan fakulas dakwah, beliau lebih mengarahkan uangnya untuk
fakultas.
Program yang datangnya dari Pak Heri untuk
fakulas Dakwah, beliau mengusulkan dengan adanya Safari Sholawat yang keliling
dari rumah ke rumah warga, program yang dikhususkan anak KPI ini selain berisi
sholawat ala Habib Syeikh juga berisi penyampain Hadist Nabi.
Tak hanya dakwah yang selalu membara, Idenya
juga tentang semangat belajar dan mengajar bahasa arab terus membara, ide yang beliau
kemas lewat kumpulan Koran “Ngaji Koran” semacam bundel berita media cetak
berupa cetakan Koran arab, itu adalah suatu bentuk pelecut semangat mahasiswa
jurusan PBA untuk terus giat dan
semangat dalam mendalami bahasa arab.
Pribadi
yang Dermawan
Selain beliau
orang yang istiqamah, Sabar, ulet dan utun,
beliau juga terkenal dengan sifat dermawan. Meskipun kadang dalam urusan yang
sifatnya teknis dan administratif kadang luput dari perhatiannya. Ketika itu,
beliau pernah memberikan memberikan amplop yang berisi uang kepada Pak Fikri
Mahzumi, "Iki fik kanggo awakmu,
aku
mari oleh rizki." hal serupa juga terjadi ketika bapak satu anak yang
bertugas sebagai BAAK Inkafa ini dan Ustd. Heri terlibat dalam proses
penerbitan buku terjemahannya yang pada tahun 2007, buku itu dicetak oleh LKiS
Jogjakarta dengan perantara Pak Mahzumi, ini membuktikan dedikasi beliau untuk
terus berkarya dan memberikan manfaat bagi orang lain.
Permudah Setiap Urusan
Dalam
diri Heri Abbas adalah sifat “Yasiru wala
tu’asiiruu” memudahkan tidak merepotkan orang, sifat itu selalu menghiasi
langkahnya. Karena hal itu tak lepas dari firman Allah yang artinya: “Allah
tidak membebani seseorang di atas kemampuanya”, mungkin hal ini yang selalu
terbesit di hati seorang Heri Abbas. Pernah suatu ketika ada salah satu
mahasiswi inkafa yang akan melangsungkan pernikahan, dalam undanganya si calon
pempelai perempuan ini ingin menuliskan gelar sarjana padahal ia masih belum
tamat di bangku kuliahnnya, si mempelai perempuan ini ingin menyamakan gelar di
undangan pernikahannya sesuai gelar yang ada pada mempelai pria yang notabenenya
sudah lulus S1, akhirnya sowan ke Pak Heri, dan beliaupun mempersilahkan.
Kalau
membantu sampai tuntas, itulah yang
diungkapkan Abdur Rahman ketua BEM Dakwah tentang pribadi beliau. “Kalau
diumpamakan ada orang tanya kepada beliau alamat rumah orang, beliau tidak
sekedar menunjukkan arah, tapi lebih dari itu, mengantar sampai tujuan rumah
orang yang dituju”. Kata Dur, sapaan akrab Pak Heri kepada Abdur Rahman asal
jawa barat.
“Hidup
itu tanpa masalah”, itulah prinsip beliau. Sosok yang sabar seperti Pak Heri
Abbas , sosoknya tak tergantikan. Itulah ungkapan Pak Haris Fahrudi, ketua
jurusan prodi komunikasi penyiaran islam fakultas Dakwah.
Hal
senada diungkapkan Pak Ali Shodikin, “Beliau itu, istiqomah, tanggung jawab,
sabar, tawadlu’ dan juga dermawan. Sampai detik ini saya belum pernah lihat
beliau marah, semua urusan dibuat gampang. Orangnya tidak mau buruk sangka pada
orang, sehingga tak jarang beliau di’manfaatkan’ oleh mahasiswa”. Dan yang
terkesan dari beliau, “Kalau bisa dibuat gampang ngapain dibuat susah, kalau
bisa dibuat susah ngapain tidak dibuat gampang”. Ungkap Pembantu Rektor 2
kepada Mambast Pos.
Orang yang satu ini perginya tidak bisa
dilupakan bagi orang mengenalnya, termasuk ungkapan Ust. Ismail Pembantu Rektor
3 ini, sangat terpukul atas kepergianya, beliau menuliskan belasungkawa, saat
beliau tidak bisa hadir di detik-detik pemakaman karena berada di Jakarta guna
mengurus proposal didirikannya PBI INKAFA, beliau menulis ucapan “Terlalu
banyak kenangan bersama beliau. Mungkin tepat kalau beliau itu
merepresentasikan kandungan hadits 'khoirunnas
anfa'uhum linnas'. Orang yang lebih memilih untuk memberi manfaat daripada
mencari kemanfaatan dari orang dan aktifitas kapan pun dan di mana pun. Beliau
orang yang lebih memilih untuk rendah hati di balik keluasan ilmunya, lebih
memilih tawadhu’ di balik keluhuran akhlaknya, lebih memilih hidup sederhana di
balik kecukupan harta yang dimilikinya, dan lebih memilih semangat dalam
mengajar dan berkhidmah di balik kesehatannya yang terus menurun. Yang
terakhir, ketika dijenguk di RS di ruang ICU, keramahannya menerima pimpinan
inkafa dengan antusias mengalahkan penyakit yang detik demi detik melemahkannya
sampai Allah memanggilnya dengan tersenyum karena matanya telah dikasyaf untuk
melihat amal kebaikan yang siap menantinya di akhirat kelak. Selamat jalan
kawan..semoga engkau menjadi teladan bagi kita..(rasanya tak mampu lagi tangan
ini meneruskannya)...selamat jalan kawan..Allah telah menjemputmu dengan
tenang...iri aku padamu...
Dedikasi Sampai Mati
Dedikasinya telah diakui oleh banyak orang,
selain di bidang pendidikan, beliau juga pernah aktif di kepengurusan NU Gresik
dan juga termasuk anggota LTN. Maka seyogyanya, tugas kita adalah meneruskan
perjuangan beliau yang beliau mulai 50
tahun yang lalu dari dedikasi kecil di kampung halamanya sampai perjuangannya
yang besar di perguruan tinggi ini.
“Jadi anak jangan sampai mengecewakan orang tua,
kiai, guru. Karena mereka yang berperan dalam langkahmu dan juga jangan
mengecewakan saudara dan teman-temanmu, karena mereka menjadi bayangan di
belakangmu dalam langkahmu dan juga mereka akan mengikutimu. Kesuksesan bukan
terletak pada prestasimu, tapi pada ridlo kiai, guru, orang tuamu”
(Ust. H. Ainul Heri Abbas,
Rabu, 30 Mei 2012)
Semoga
biografi singkat ini bermanfaat, harapan penulis kepada pembaca agar bisa
meneladani perjalanan hidup Ust. H. Ainul Heri Abbas. Semoga Allah menerima
semua amal baktinya dan memasukkan beliau ke surga Firdaus-Nya. Amin ya robbal
alamin….
Oleh: Agus Ibrahim
Suci,
Jum’at 31 Agustus 2012 M
13 Syawal 1433 Hijriyah
0 komentar:
Posting Komentar