Menculik Qomar
Qomar
sedang sibuk menyiapkan dekorasi acara Haflah Akhiris Sanah. Santri ini tak pernah
luput mendapat surat mandat sebagai kordinator pembuatan Dekorasi dalam berbagai
acara yang ada di pondok. Maka Qomar satu-satunya raja komputer yang paling
ahli dan mumpuni di pondoknya.
Surat mandat tiba-tiba
datang.
“Mar,
ini dapat titipan surat dari kantor.” Mufid menyerahkan surat kepada Qomar.
“Syukron,”
ucap Qomar.
Qomar merasa tak perlu
membuka surat itu. Ia pasti menjadi panitia bagian dekorasi. Hanya
saja ia perlu mengintip
agenda dan waktu acara yang tertulis di surat itu. Dekorasi acara
penyambutan menteri agama, pada tanggal 25 Pebruari mendatang. Selesai
membaca isi
surat mandat itu Qomar langsung
membuangnya. Kotak lemarinya sudah tak cukup untuk
menampung lembar undangan
dari bermacam acara.
Qomar
kembali menatap layar komputernya. Ia membuka aplikasi Photoshop untuk mempoles
background dalam sebuah bingkai dekorasi. Kelihaiannya dalam menggerakkan Mouse
dipadu dengan imajinasi yang mengalir, membuat setiap karya designnya nikmat
dipandang. Hanya beberapa menit sebuah karya lahir. Semua penggemar Designnya
sudah tak sabar menunggu. Termasuk Udin, Nizar, Shohib dan Mubarok. Mereka
semua penggemar design bikinan Qomar.
***
SELAIN
ahli komputer, Qomar juga santri yang cukup ringan tangan. Ia juga cukup
berpengalaman di dalam
organisasi. Sudah banyak organisasi yang pernah dia ikuti. Mulai
ketua OSIS, ketua Ikatan
Santri daerah, ketua panitia seminar, ketua BEM kampus, hingga ketua panitia
konsumsi. Ia juga tergolong paling rajin dibanding teman-teman seangkatannya.
“Mar,
bagaimana kalau buletin edisi ini kamu yang lay out?” tanya Pimred buletin Hadzihi
Fitnah suatu ketika
“Masak
tidak ada orang lain, jobku banyak.” ucap Qomar berusaha menolak.
“Di kampus hanya kamu yang dikenal sebagai mahasiswa
ahli lay out. Salah kamu sendiri sampai sekarang belum mengkader penerus dalam
bidang Lay Out.” Akhirnya Qomar pasrah. Ia menyisihkan waktunya untuk jadi Lay
Outer buletin hadzihi fitnah edisi Februari-Maret.
“Ahghh...Salahku
sendiri. Kenapa sampai sekarang aku belum menemukan pengganti yang bisa meneruskan
keahlianku. Kalau begini terus aku yang remuk. Masak di pondok aku terus yang
paling dihandalkan. Kemudian di kampus juga diharapkan, malah di luar pondok
juga ditunggu-tunggu.” “Kalau begini terus aku bisa-bisa tua di pondok. Karena
kalau mau keluar atau boyong banyak yang menghalang-halangi. Memang mereka yang
menghalangi benar kalau
sosokku dibutuhkan. Aku juga harus sepakat dengan mereka, karena aku belum bisa
membalas jasa pondokku. Kalau aku tidak masuk pondok ini, mungkin bakatku dalam
hal Lay Out, Organisasi, pendidikan agama, entrepreneur dan lain-lain tidak
bisa aku kembangkan. Aku belum bisa membalas kebaikan pondok ini. Aku sungguh
berhutang budi dengan pondok tercintaku. Dan targetku tiga bulan lagi, harus mengkader
anak-anak sampai mahir dalam bidang yang aku kuasai. Dalam hati Qomar sadar, ia termasuk
orang yang sering dibutuhkan. Dia haruslah mengadakan regenerasi untuk bidang-bidang yang dia kuasai.
Di
depan layar komputer, ia kerap memanggil anak yang dia anggap bisa. Dari tujuh
belas anak yang telah dia panggil, semuanya lemah dalam permainan setting
imajinasi. Namun dirinya tidak putus asa, terus mencari penggantinya. Kalau sudah
menemukan penggantinya maka ia akan pamit dari pondoknya. Ia ingin memperdalam sastra.
***
BULETIN
Hadzihi Fitnah, dan Pimred bangga sebab terbitnya jauh lebih cepat
daripada dealine yang ditentukan. Buletin itu akan didistribusikan ke toko
buku, kampus-kampus di Jawa Timur dan dititipkan di kios-kios dekat terminal. Pak
Roni, bos perusahaan Design dan Lay Out Indomedia sempat melihat buletin. Dia
yang tinggal di Surabaya merasa tertarik setelah melihat hasil lay out yang
cukup bagus. Pak Roni lalu menghubungi alamat redaksi Buletin.
“Halo, apa benar ini redaksi Buletin Hadzihi Fitnah?.
Saya Roni, pemilik percetakan sekaligus pemilik jasa design komputer di kota
Surabaya, apa bisa bicara dengan crew yang ditugaskan sebagai Lay outer.
Seperti yang saya baca tadi, namanya Qomar. Bisa dipanggilkan...?” Pak Roni sangat
mengagumi hasil design Qomar, rencanannya Qomar akan direkrut sebagai Lay Outer
di Indomedia.
“Halo,
Pak ini saya sendiri, Qomar?”
“Assalamualaikum,
apa benar ini Lay outer buletin Hadzihi Fitnah?” Tanya Pak Roni
“Ya
benar, ini siapa dan ada perlu apa?”
“Kenalkan
saya Pak Roni dari Surabaya. Saya berharap saudara bisa datang menemui saya di Surabaya”
“Memangnya
ada apa, Pak?” Qomar penasaran.
“Mau
bicara empat mata. Kalau ada waktu bisa datang ke sini, saya tunggu di Royal.
Nanti masalah uang transportasi dan uang makan saya yang nanggung, dan kami
sediakan uang jalan.
“Gimana?”
Iming-iming Pak Roni.
“Sebentar
pak, tak pikirkan dulu.” Qomar berfikir sejenak.
“Ya,
Insya Allah besok hari selasa saya ke sana, mumpung lagi free.”
***
DENGAN
berbaju hitam, Qomar menunggu pak Roni di dekat Royal Plaza. Berkali ia menatap
jam di tangannya, tapi pak Roni belum muncul juga. Setengah jam kemudian Pak
Roni baru datang. Ia mengendarai sebuah mobil Xenia. Kendaraan itu pun berhenti
di samping Qomar yang sedari tadi menunggu.
“Ini
Qomar ya, maaf telat.”
“Mari
silahkan masuk.” Pak Roni mempersilahkan Qomar masuk mobil.
Mobil hitam itu menuju sebuah
Rumah makan Surabaya. Qomar santri yang biasa makan tahu tempe diajak pak Roni
ke Restoran Surabaya. Dengan keperluan membahas lebih lanjut planning
Impromedia untuk go Nasional.
“Mar,
silahkan dibuka daftar menunya.” Qomar dengan malu membuka daftar masakan dengan
harga selangit, harga yang tak akan ditemukan di kantin pondoknya.
Qomar tampak kebingunan
memilih menu dengan harga terjangkau. Ia memilih harga paling murah; Rp 150.000
satu porsi.
“Minumnya
apa?” Pak Roni menyambut Qomar dengan antusias.
“Es
Teh atau Aqua gelas aja Pak.” Pak Roni tersenyum. “Pesananmu gak ada,
Mar. Kalau ini bagaimana?”
Ucap Pak Roni sambil menunjuk Es Cappucinno.
“Terserah
bapak saja.” Jawab Qomar mengembang senyum di bibirnya. Seusai keduanya
menyantap makanan, Pak Roni berkata.
“Mar,
bapak kemarin sempat membolak-balik buletin hasil lay outmu. Bapak tertarik,
maksud bapak mengundangmu ke sini tak lain untuk saya ajak kerjasama. Karena di
ruang kerja kami butuh Designer handal sepertimu. Saya tahu kalau kamu anak
pondok, tapi hasil designmu tak kalah dengan designer luar. Sunggah luar
biasa...”
“Tapi
Pak.....” Qomar agak keberatan karena masih punya ikatan dengan pondok. Dia
masih berstatus santri.
“Kamu
saya gaji empat juta lima ratus ribu rupiah perbulan.” Hati Qomar tersentak
saat mendengar jumlah uang sebanyak itu. Selama ini ia bekerja tanpa bayaran.
Ia berfikir panjang, kalau dirinya tak seberapa tergantung dengan materi. Hati
Qomar telah disegel gurunya untuk ikhlas mengabdi di pondok. Tanpa minta
bayaran atau gaji. Karena semua jerih payah yang dikerjakan dengan tulus untuk
pondoknya akan berbuah kemanfaatan di kemudian hari. “Nok Pondok Niat
khidmah, muleh nok omah oleh hikmah.” Kata gurunya kala itu.
“Bagaimana?” tanya Pak Roni, tak sabar menunggu jawaban.
“Ya
udah, saya tambahi gratis biaya kuliah di ITS, gratis makan dan free internet
sepuasnya.” Keringat Qomar membanjir, mendengar penawaran Pak Roni.
“Ya
sudah, Pak. Saya terima tawarannya.” Jawab Qomar dengan ragu.
***
SEISI
pondok ramai. Santri bernama Qomar sedang menjadi buah bibir. Ia dibicarakan,
baik di pondok maupun di kampusnya. Sosok santri yang tak kenal lelah dalam
berkhidmah itu seakan lenyap, tak tampak batang hidungnya. Padahal panitia
berbagai momen acara sedang membutuhkan seorang Designer dan Lay Outer untuk
membuat Dekorasi panggung haflah. Sudah beberapa hari Qomar tak tampak
batang hidungnya.
Ini
semua adalah kesalahan besar. Mengapa tak ada kaderisasi untuk bisa mencetak
“Seribu sosok Qomar”. Para santri merasa sangat kehilangan dengan hilangnya
Qomar, salah satu santri yang cukup penting di pondok. Malah banyak santri yang
berasumsi dan berkata, “Hah, Qomar diculik !!”.
Suci - Gresik, 2013
Tentang Penulis : Agus Ibrahim lahir 10 Desember 1990 di
desa Sambungrejo, Rengel, Tuban Jawa Timur. Putra pertama dari pasangan H.
Syuhada’ dan Hj. Siti Romadlonah. Ia menempuh pendidikan dasar di MI Mambaul Islam
Losari Soko Tuban (lulus 2003), MTs Mambaus Sholihin Suci Gresik (lulus 2006),
MAK Mambaus Sholihin (lulus 2009). Setamat MAK, ia masuk Fakultas Syari‘ah
Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah di Institut Keislaman Abdullah Faqih (INKAFA) Suci Manyar Gresik
(Lulus 2013).
Dalam organisasi ia pernah menjadi Sekretaris OSIS MA
Mambaus Sholihin periode 2008-2009, anggota Departemen Bahasa Arab periode
2009- 2010, Sekretaris Pusat OSPMS Pondok Putra Mambaus Sholihin periode
2010-2011. Di bidang Jurnalistik ia pernah menjadi Redaktur dan Lay Outer Majalah
AL-FIKRAH mulai 2007 sampai 2011. Ia juga pendiri dan pimpinan umum Koran
Mambast Pos sejak 2010 hingga sekarang. Ia juga mengajar Fiqih di Madrasah Diniyah Putra
Mambaus Sholihin sejak 2011- sekarang, staf pengajar kursus Bahasa Arab, dan
guru Bidang Studi PPKn di MTs Mambaus Sholihin hingga saat ini. Ia menyukai
dunia tulis menulis sejak kecil, dan buku ‘Lalat dari Jerman’ ini adalah
karya perdananya. Penulis yang sedang menyelesaikan novel ini sekarang masih
tinggal di Pon.Pes. Mambaus Sholihin Suci Manyar Gresik. Kritik dan saran bisa
dikirim di nomor 085731313185.
0 komentar:
Posting Komentar