468x60 Ads

Game Over. Cerpen Kesembilan dalam Buku Kumpulan Cerpen Lalat dari Jerman








Game Over

Di sebuah Play Station, seorang anak bernama Ihsan berujar
“Kalau nggak bisa main mending lihat saja!”
“Itu nggak adil” bantah anak yang bernama Fafan “tadi sudah ada perjanjian yang main game harus antri satu-satu. Tapi sekarang giliranku kau malah cerewet.”
“Benar Fafan, San!” Mamat membela Fafan.
Akhirnya Ihsan hanya diam tanpa mengucapkan kata-kata kasar lagi.
“Fan, kalau ingin melompat tekan tombol ini.” Mamat menunjukkan tombol yang fungsinya untuk bisa melompat dalam game kesukaan Fafan.
“Kalau mengeluarkan tembak gimana?” tanya Fafan.
“Kalau mau dapat tembak, kamu harus bisa mengambil tanda bunga yang ada di atas balok itu,” Mamat menunjuk balok-balok warna coklat yang menjadi tempat tanda bunga.
“Waduh! Game Over lagi.” Fafan kesal, baru saja memegang stik Play Station sudah game over. Game Mario Forever Game Over. Kini gantian teman-teman Fafan yang pegang stik.
“Habis Doni giliranku lagi, aku tinggal dulu ya, aku belum sholat ashar.” Fafan beranjak pulang. Rumah Fafan tidak terlalu jauh dari tempat PS milik Mbak Yati itu. Jaraknya hanya seratus meter.
“Dari mana, Fan?” tanya kakek Fafan saat anak itu tiba di rumah
“Main Mbah.” Jawabnya enteng, tak tahu kalau waktu ashar sudah mau habis.
“Main kok nggak tahu waktu, ayo cepat sholat sana!” Perintah Mbah Nang.
Anak SD kelas 6 itu seperti kereta jepang, super cepat dalam melaksanakan sholat Ashar. Entah gerakan cepatnya karena mengejar waktu ashar atau memang pikirannya di hantui Mario untuk datang lagi ke rumah Mbak Yati.
“Assalamualaikum Wa rohmatullah.” Sholatnya usai dengan dua salam.
***
SUASANA sekolahan SD Sambung Rejo mulai ramai. Para siswa berdatangan. Pada pukul tujuh tepat seluruh siswa sudah ada di kelas. Hanya Fafan yang masih di tengah jalan mengendarai sepeda Wim cyclenya. Dia terlambat sebab ibunya belum memasak buat sarapan. Terpaksa Fafan membeli nasi di warung Mbak Indasah. Sepeda sangat kencang, karena pedalnya dikebut. Tapi di tengah jalan ia berbelok lalu lurus. Ia tahu kalau Pak Jupri sudah stand by di depan kantor untuk menghukum siswa yang terlambat. Sekolahan itu memang lumayan ketat. Terlebih sejak ada guru baru yang sangat ditakuti seluruh
siswa.
Sepeda Fafan berhenti, ia tampak mencoba menenangkan diri. Anak pertama pak Rizqi itu memang sengaja membelok. Ia tidak masuk sekolah, tapi pergi ke rumah Mbak Yati si pemilik Play Station. Celakanya, perempuan itu terlalu memberi kebebasan pada anak-anak yang main di rumahnya. Ada yang diperbolehkan main game saat jam sekolah berlangsung. Malah saat seorang anak minta dia temani, perempuan berumur kepala tiga itu bersedia. Ia ikut main game Mario. Memang, game Mario sedang marak dimainkan dari berbagai kalangan. Mulai anak-anak hingga orang dewasa. Permainan Game itu terus berlanjut hingga jam istirahat tiba. Waktu bermain sungguh tidak membosankan bagi Fafan. Ia terus  saja mengendalikan tokohnya dengan semangat. Ia benar-benar ingin menjadi jagoan main game. Ingin ia perlihatkan pada teman-temannya bahwa dirinya memang jago.        
Sejurus kemudian muncul Lek Anis, Bu Nani dan Mbak Ratna. Mereka ikut-ikutan nongkrong di depan layar saat Fafan sedang memegang stik dengan tokoh Mario. Sedangkan Mbak Yati dengan tokoh Luigi. Begitulah, sejak masuknya PS ke desa itu permainan tradisional terancam game over.
***
SORE ini rumah Mbak Yati dipadati anak-anak seusia Fafan, mereka sedang berebut stik untuk memainkan Super Mario Bros. “Aku, kemudian Mamat, Deni, Andre, Kusen dan terakhir Ihsan.” Fafan seperti raja pemilik PS.
Hati Ihsan panas, tapi ia berusaha menahannya. Ihsan yang terkenal usil itu tidak terima kalau gilirannya paling akhir. Untung saat itu suasana ramai. Jika tidak maka Ihsan bisa-bisa
mencelakai si Fafan.
“San ! santai saja. Pasti Fafan baru mendapat setengah menit sudah game over.” Ucap Deni meledek Ihsan hanya mengangguk lewat isyarat pandangan mata.
Namun Fafan mulai ahli dalam memainkan stiknya. Tokoh Mario berjalan cepat sambil menyundul balok yang menghasilkan poin. Sering juga karena keahliannya Fafan mendapat bintang, bunga dan tambahan nyawa. Sepuluh menit telah lewat. Suara anak-anak sangat gaduh ketika mereka melihat permainan Fafan yang sangat lihai. Hingga Ihsan mulai tersulut emosinya.
“Ayo! Biar adil, waktu main dibatasi lima belas menit. Kalau tidak......” Ihsan mulai mengancam.
“Kalau tidak apa?” sambut Fafan masih sambil bermain
“Nyawamu Game Over.” Ihsan benar-benar emosi.
Ihsan mendadak keluar rumah. Tak ada yang tahu kemana si Ihsan keluar. Fafan merasa lega. Dia merasa bahwa musuh beratnya telah pergi. Pasti sedang buang hajat, ucap Fafan dalam hati.
Permainan semakin seru. Tokoh Mario yang dimainkan Fafan sudah melewati gunung, musuh landak bertembak api, jembatan curam, dan baru yang terakhir Fafan akan melawan Naga untuk bisa menyelamatkan tuan putri. Fafan menghela nafas dan menggengam jari-jarinya terlalu capek memainkan Stik. Ia harus berhati-hati untuk bisa sampai level terakhir. Melewati Naga yang menyemburkan api. Dan dengan jalan yang hati
hati itu Mario hampir mengalahkan Naga. Namun Pettt...., listrik mati. Mario tidak jadi mengalahkan Naga. Fafan merasa kesal dan ia tidak mungkin mengulangi lagi dari awal. Adzan ashar sudah terdengar. Listrik sengaja dimatikan oleh Mbak Yati. Aneh.
“Sholat dulu, besok dilanjutkan lagi,” ucap Mbak Yati menyuruh anak-anak keluar.
***
SEPERTI biasa, sore itu Fafan dan kawan-kawan sudah memadati rumah Mbak Yati.
“Ayo Hom Pimpa dulu biar adil.” Ucap Deni. Setelah semua anak sepakat Hom Pimpa. Urutan pertama Mamat, Andre, Kusen, Deni Fafan dan baru kemudian Ihsan.
“Hahaha,... Ihsan terakhir lagi.” Ledek Deni.
“Apa kau!” Ihsan mengangkat kerah baju Deni. Kedua matanya melotot.
“Sudah-sudah. Kalau bertengkar dan ketahuan Mbak Yati nanti malah dimatikan lagi.” Mamat berusaha melerai pertengkaran itu Sesuai urutan, Mamat memainkan Mario
dengan agak lihai, tapi tak selihai Fafan. Baru ketika ada pipa besar yang berlobang untuk bisa menembus lorong bawah tanah, sosok monster kecil berhelm menyentuh tubuh Mario. Dan Game Over.
Mamat kesal, kekalahan permainannya diguyur tawa ledekan teman-temannya. Andre mulai konsentrasi, menatap tajam layar dan tokoh lakonnya. Mario dalam layar itu berjalan pelan dan meloncat-loncat dan kejebur ke jurang. Untung nyawa masih ada dua lagi, ia sangat tegang dengan kesempatan 2 ronde. Tujuh menit kemudian Game Over. Ketika giliran Kusen main, malah anak yang paling alim ini pamit dulu mau sholat Ashar, maklum Kusen adalah anak pemuka agama di desanya. Tak mungkin Kusen meninggalkan Sholat hanya gara-gara Video Game.
Kini giliran Deni, anak Pak Madik yang jago main layang di sawah saat musim panen tiba. Tapi sepertinya keahlian permainan layang-layangnya tak ada hubungannya dengan main PS, dan benar. Sosok Luigi yang jadi tokohnya mati di level ke-2. Kini Fafan, jagoan baru yang mulai lihai memainkan Stik warna putih bening itu. Nada musik pengantar game mengalun di sound dekat layar, musik khas milik game Mario ini yang menjadikan jiwa Fafan menyala-nyala, semua pikirannya konsentrasi pada tombol kanan, kiri dan konsentrasi pada lawan Mario yang makin sulit dilalui. Satu-dua level telah ia lalui lagi, tak berbeda dengan hari kemarin.
“Ayo!” Ihsan mulai berulah lagi.
“Ayo!” sekali lagi Ihsan membentak.
 “Sekali lagi kau menganggu aku, aku tinju kepalamu! aku tak takut denganmu.” Emosi Fafan mulai berkobar. Dia malah berani menantang Ihsan yang sejak dulu ditakuti
Dan Ihsan mendadak keluar dari rumah Mbak Yati. Fafan merasa lega. Level kelima sedang dihadapi Fafan dengan serius, level yang sangat mendebarkan untuk bisa ke level akhir, level enam. Lima menit kemudian Fafan sudah ada di level terakhir melawan naga penjaga tuan puteri. Inilah saat terakhir Fafan akan menyandang gelar The Master of Mario Bros. Stiknya mulai diobatabitkan ke kanan-kiri untuk bisa mengikuti jalannya tokoh Mario di layar. Hampir saja Mario akan terkena semburan naga, Marionya menunduk sehingga api semburan naga hanya lewat di atas punggungnya. Fafan layak mendapat gelar The Master.
Teman-temannya pun mendukung. Tiba-tiba telinga kanan Fafan diseret sebuah tangan kekar. Seorang lelaki bertubuh kekar menyeret keluar si Fafan dari dalam rumah. Lelaki yang tak lain ayah si Fafan itu menghajar anaknya. Di sepanjang jalan Fafan mendapatkan jeweran dan sentilan dari ayahnya. Orang-orang yang hendak berangkat ke masjid menyaksikan adegan menarik itu.
Sore itu Fafan memang kelewatan. Ia tidak lagi teringat waktu. Sembahyang ashar ia tinggalkan, demi Game Mario. Kedatangan ayah Fafan ke rumah Mbak Yati atas pengaduan Ihsan. Ihsan bahkan membumbui laporannya. Menjelang magrib itu Fafan benar-benar Game Over, dikalahkan si Ihsan.
                                                                                                               Gresik, 2013




Tentang Penulis : Agus Ibrahim lahir 10 Desember 1990 di desa Sambungrejo, Rengel, Tuban Jawa Timur. Putra pertama dari pasangan H. Syuhada’ dan Hj. Siti Romadlonah. Ia menempuh pendidikan dasar di MI Mambaul Islam Losari Soko Tuban (lulus 2003), MTs Mambaus Sholihin Suci Gresik (lulus 2006), MAK Mambaus Sholihin (lulus 2009). Setamat MAK, ia masuk Fakultas Syari‘ah Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah di Institut Keislaman Abdullah Faqih (INKAFA) Suci Manyar Gresik (Lulus 2013).


          Dalam organisasi ia pernah menjadi Sekretaris OSIS MA Mambaus Sholihin periode 2008-2009, anggota Departemen Bahasa Arab periode 2009- 2010, Sekretaris Pusat OSPMS Pondok Putra Mambaus Sholihin periode 2010-2011. Di bidang Jurnalistik ia pernah menjadi Redaktur dan Lay Outer Majalah AL-FIKRAH mulai 2007 sampai 2011. Ia juga pendiri dan pimpinan umum Koran Mambast Pos sejak 2010 hingga sekarang. Ia juga mengajar Fiqih di Madrasah Diniyah Putra Mambaus Sholihin sejak 2011- sekarang, staf pengajar kursus Bahasa Arab, dan guru Bidang Studi PPKn di MTs Mambaus Sholihin hingga saat ini. Ia menyukai dunia tulis menulis sejak kecil, dan buku ‘Lalat dari Jerman’ ini adalah karya perdananya. Penulis yang sedang menyelesaikan novel ini sekarang masih tinggal di Pon.Pes. Mambaus Sholihin Suci Manyar Gresik. Kritik dan saran bisa dikirim di nomor 085731313185.

0 komentar:

Posting Komentar